No Bookmarks
Bookmark
Rating
Review at:

Kenapa Orang Pandai Itu Harus Rendah Hati?

Kenapa Orang Pandai itu Harus Rendah Hati?
Photo via Visual hunt

Semua orang pada awal kehidupannya tidak tahu apa-apa, kenyataannya bocah itu memang tidak tahu apa-apa. Kita belajar berproses, merangkak, berdiri, kemudian berjalan dan dalam belajar itu tiap bocah berbeda-beda tergantung dengan kemampuannya masing-masing.

Dalam belajar berbicara pun, ada serangkaian proses yang harus dilewati, mulai  dari mendengarkan secara berulang-ulang dan itu dilakukan setiap hari, lalu meniru  ujaran orang-orang di sekitar, dan terakhir baru bisa berbicara dengan pemahaman yang masih terbatas, itu pun masih dalam tingkatan membicarakan kebutuhan keseharian mulai dari makan, minum, buang air, dan bermain.

Bocah-bocah itu memiliki satu hal yang mulia, apa itu? Mereka tidak sombong dan tidak memamerkan kemampuan berjalan dan berbahasanya di depan bocah lain, oh well, memang begitu adanya.

Saya meminjam logika diatas sebagai bahan refleksi mengenai konstruksi sosial mengenai orang pandai yang selalu mengelu-elukan kepandaiannya. Saya dan teman-teman pernah bertemu dengan seseorang yang begitu bangga dengan hasil indeks prestasinya. Oh well, saya dan teman-teman memang mengakui bahwa itu prestasi yang menyenangkan bahkan semua mahasiswa pun kalau memiliki kemampuan dan usaha yang sama dengannya pasti kita jadi anak cumlaude deh, IPK 4.0, jelas pinter lah bro. Haha.  Sayangnya tidak demikian.

Saya pikir, ada yang salah dengan pemikiran tersebut, kepintaran bukan untuk dipamer-pamerkan kepada orang lain sehingga kita bisa membuktikan kalo kita memang bener-bener pinter banget. Tapi sayangnya, ada beberapa orang yang masih berpikir demikian, saya dan teman-teman tidak suka dengan hal  itu, bukan pada orangnya, tapi lebih esensial lagi, pada konstruksi sosial yang membentuk pemikiran itu.

Saya pikir, buat apa capek-capek dapetin IPK cumlaude tapi cuma buat dapetin konfirmasi dari orang lain kalo kita pinter. Oh well, bahkan kalo kepintaran seseorang hanya dilihat dari IPK kok rasanya seperti diskriminasi ya? Kenapa? Karena orang-orang pada umumnya menilai pandai atau tidaknya seseorang berdasarkan hasil akhir belajarnya, yakni melalui IPK, adilkah itu? Tentu tidak.

Pertama, saya pikir tidak adil rasanya kalau intelegensi seseorang hanya dilihat dari IPK. Kenapa? Mengutip tulisan dari isigood.com, Iya betul, tapi IPK hanya merupakan faktor yang mendukung kesuksesan seseorang di masa depan di nomor sekian. Mau tau IPK ada di urutan ke berapa? Coba lihat daftar dibawah ini:

  1.   Communication and Sales skill.
  2.    Self Management
  3.    Presentation Skill
  4.    Leadership
  5.    Personality Development
  6.    Problem Solving Skill
  7.    Conflict Management
  8.     Emotional Conflict Skill
  9.     Cognitive and Knowledge
  10.     Project Management Skill

Oh well, coba kamu perhatikan dengan teliti, apakah IPK masuk dalam 5 besar faktor penentu kesuksesan seseorang? Tidak sama sekali! Bahkan IPK yang sering kali dikira mahasiswa adalah penentu karir cemerlang di masa mendatang ternyata ada diposisi ke-9! Sebagai tambahan, 10 daftar diatas merupakan data hasil riset yang diteliti oleh Engineering Career Center (ECC) UGM, pihaknya telah meneliti kebutuhan sumber daya seperti apa yang dibutuhkan oleh 59 perusahaan. (Sumber: http://www.isigood.com/pendidikan-beasiswa/pengejar-ipk-tinggi/)

Kedua, buat apa punya IPK gede tapi nggak bisa bermanfaat buat orang-orang di sekitar. Justru mereka yang merasa dirinya pandai harusnya bisa memberikan manfaat yang lebih untuk orang-orang yang ada di dekatnya. Sebut saja Faldo Maldini, saya pikir, dia layak untuk dijadikan contoh atau role model, dia adalah mahasiswa universitas indonesia, tidak hanya pandai tapi juga berdedikasi tinggi untuk orang-orang di sekitarnya untuk membuat sebuah perubahan yang lebih baik lagi. Faldo memiliki keyakinan teguh yang selalu ia pegang dan menjadi idealismenya, apa itu? Ini dia:

“Faldo percaya, ide sederhana yang mewujud dalam tindakan lebih brilian dari ide jenius yang hanya tersimpan. Hari ini Indonesia memiliki banyak orang cerdas, namun tak cukup banyak yang mengkonversi kecerdasannya menjadi karya yang berdampak.”

Sebagai bukti untuk lebih meyakinkanmu, saya akan memberikan ulasan mengenai profil ka Faldo. So, kamu bisa tahu bahwa ka Faldo memang orang yang tidak hanya pandai tapi juga dapat bermanfaat untuk orang-orang sekitarnya. Ini profil ka Faldo yang saya kutip dari website pribadinya:

Faldo percaya, ide sederhana yang mewujud dalam tindakan lebih brilian dari ide jenius yang hanya tersimpan. Hari ini Indonesia memiliki banyak orang cerdas, namun tak cukup banyak yang mengkonversi kecerdasannya menjadi karya yang berdampak.

Prinsip itu telah Faldo bawa dan buktikan melalui berbagai organisasi yang pernah ia pimpin, dengan menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Departemen Fisika UI (2010), Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa FMIPA UI (2011), hingga Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa UI (2012).

Bukan hanya menjadi seorang organisator, Faldo sadar bahwa untuk menciptakan karya yang berdampak, ia harus memiliki keahlian spesifik di bidang yang ia cintai: sains dan teknologi. Ia melakukan riset yang dipublikasikan mewakili UI dan Indonesia di dalam maupun luar negeri, menjuarai beberapa perlombaan riset nasional, bahkan masuk sebagai pemenang Mahasiswa Berprestasi FMIPA UI (2011)

Pasca lulus dari Universitas Indonesia, Faldo melanjutkan studi pasca-sarjana di Plastic Electronic Materials, Department of Physics, Imperial College London (2013-2014). Di samping meneliti dan tergabung di grup riset Experimental Solid State Physics (EXSS), Ia juga menerima amanah sebagai Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia di United Kingdom (PPI UK) 2013/2014.

Saat ini, Faldo memutuskan untuk pulang ke Indonesia dan sejenak mengabdi untuk kampung halamannya. Ia merupakan co-founder dari pulangkampuang.com, komunitas yang bertujuan untuk menyatukan seluruh potensi orang Sumatera Barat untuk membangun kampung halaman dan ciptakan perubahan di Sumatera Barat. Di samping itu, Faldo juga memilih karir menjadi seorang entrepreneur dengan mendirikan grup perusahaan bernama, Langgar. Faldo juga menyempatkan diri menjadi seorang penulis buku berjudul “Karena Selama Hidup Kita Belajar” yang telah terjual ribuan eksemplar. (Sumber: http://faldomaldini.com/tentang/)

Coba kamu perhatikan cover buku itu, ada tulisan yang menjelaskan bahwa hasil penjualan buku itu 10% nya akan disumbangkan untuk rumah belajar BEM UI.  Oh well, ka Faldo telah memberikan uluran tangannya untuk rumah belajar BEM UI supaya gerakan itu semakin maju, see. So many things that he has done. So, jangan terlalu bangga dengan IPK tinggi tapi nggak ngelakuin apa-apa buat orang-orang disekitar kalian. Dari ka Faldo kamu bisa belajar satu hal yakni, ilmu yang kamu miliki harus bisa bermanfaat untuk semua, that’s it.

Alhamdulilah, saya mendapat kesempatan untuk bertemu langsung dengan ka Faldo, ceritanya saya dan teman saya yang bernama Ney ingin mengundangnya di seminar pendidikan yang diadakan oleh bidang kami, bidang edukasi BEM FKIP UHAMKA. Dengan niat itu, kami akhirnya mendapat informasi bahwa ka Faldo ada agenda seminar di UIN. Oh well, sayang sekali agenda ka Faldo tidak sesuai dengan jadwal event kami tapi saya senang bisa bertemu dengannya, berikut dokumentasinya:

Photo Credit: http://dailybloggerpro.blogspot.co.id/ - Dokumen Pribadi


Oh well, IPK memang penting karena hal itu merupakan pertanggungjawaban masing-masing mahasiswa terhadap studinya, tapi saya pikir,  janganlah terlalu fokus mengejar IPK tinggi, selagi masih berstatus sebagai mahasiswa, banyak-banyaklah mengikuti kegiatan-kegiatan positif yang nantinya akan bermanfaat untuk masa depanmu.

Kembali lagi ke topik artikel ini, kenapa orang pandai harus rendah hati? Karena bila seseorang terlalu menyombongkan dan membanggakan dirinya karena pandai, orang-orang akan muak padamu, alih-alih termotivasi untuk mengejar IPK cumlaude seperti ekspektasimu, mereka malah tidak nyaman ada di dekatmu bahkan tidak peduli dengan pencapaianmu. Bukan karena mereka tidak menghargai usahamu mendapatkan prestasi itu, tapi lebih spesifik lagi, mereka benar-benar MUAK mendengar ocehanmu tentang ulahmu yang suka memamerkan IPK tinggi di depan mereka, itu saja.

Bila memang tujuanmu adalah memotivasi teman-temanmu supaya rajin belajar dan goal akhirnya adalah setidaknya tidak harus cumlaude tapi indeks prestasi mereka meningkat, gunakanlah pendekatan yang lebih baik seperti membimbing mereka-mereka yang membutuhkan bantuanmu dalam belajar dan ada baiknya kamu BERHENTI memamerkan IPK-mu di depan orang lain SETIAP HARI! Karena itu sangat memuakkan.

Kita bisa menyimpulkan bersama-sama, IPK bukan segalanya, jadi selagi masih menjadi mahasiswa, luangkanlah waktumu tidak hanya fokus menajamkan IPK-mu saja, masih ada hal yang lebih penting dari itu yakni memantaskan diri dengan menguasai kemampuan soft skills yang akan dibutuhkan di dunia kerja seperti: Communication skill (dalam bahasa Indonesia dan bahasa internasional/English) and Sales skill, Self Management, Presentation Skill, Leadership, Personality Development, Problem Solving Skill, Conflict Management, Emotional Conflict Skill, Cognitive and Knowledge, dan Project Management Skill.

Oh well, kamu bisa mendapatkan semua skill itu dengan mengikuti kegiatan non-akademik seperti bergabung dengan komunitas debat bahasa inggris, himpunan mahasiswa, dan Unit Kegiatan Mahasiswa, trust me, it is beneficial for you.